KERANGKA ANALITIS TENTANG LEGAL REASONING
1.
Reasoning
melalui contoh
Pola dasar legal
reasoning adalah reasoning melalui contoh. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
beberapa hal yang menjadi bahan perdebatan di antara pada ahli hukum terutama
di negara yang menganut case law (common law).
Pembatasan terhadap
kebebasan para Hakim untuk tidak keluar dari contoh legal reasoning yang di
peroleh dari pengadilan terdahulu. Hal ini oleh para ahli hukum di Amerika
Serikat sebagai membatasi kebebasan para hakim untuk menggunakan kemampuannya
untuk melihat kasus yang di adilinya.
Akibat doktrin yang
kaku ini para hakim seakan kehilangan kebebasannya untuk mencari perbedaan di
dalam suatu kasus dengan kasus-kasus yang sudah diputuskan terdahulu. Dalam
perkembangan teori hukum para ahli mengharapkan bahwa hakim tidak hanya
berupaya melihat kasus melalui “mata” para pendahulunya, akan tetapi juga harus
dapat melihat kasus yang diadilinya melalui matanya sendiri. Di negara yang
yang menganut sistem hukum common law seperti Amerika Serikat dan Inggris juga
terjadi perdebatan mengenai penerapan legal reasoning yang didasarkan pada
doktrin “stare decisis” yang mewajibkan para hakim untuk tetap mengacu kepada
preseden dari kasus terdahulu. Di Inggris, Prof. Montrose misalnya telah menyatakan
secara explisit bahwa dalam kerangka analitis reasoning melalui contoh,
pandangan kebanyakan hakim di Inggris, terutama pada dekade akhir-akhir ini,
adalah bahwa praktek peradilan Inggris modern membatasi kebebasan hakim Inggris
untuk mengesampingkan reasoning yang diajukan oleh pengadilan terdahulu.
Sementara Mr. Cross
menyatakan keberatannya bahwa akibat dari penerapan doktrin preseden tersebut
secara kaku adalah bahwa hakim-hakim sering harus melihat hukum melalui mata
para pendahulunya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa ia tidak sepakat bahwa tugas
hakim di Amerika hanya untuk melihat hukum sebagai suatu yang tetap secara
keseluruhan, dan menurutnya melihat hukum melalui matanya sendiri dan bukan
melalui mata para pendahulunya tidak akan membawa kepada pola yang secara
dominan merupakan penolakan dari reasoning yang diajukan oleh hakim terdahulu
atau membuat perbedaan apabila tidak terdapat alasan untuk membedakan peristiwa
yang terjadi.
2.
Reasoning
Kasus per Kasus
Legal reasoning yang telah tersusun
melalui kasus yang sudah diputuskan oleh hakim terdahulu diikuti oleh hakim
yang mengadili kasus yang terjadi sesudahnya dengan kegiatan mencari dan
membangun legal reasoning secara kasus per kasus. Jadi meskipun telah terjadi
suatu kasus yang sejenis berkali-kali, namun dalam menyusun argumentasi di
dalam opininya, hakim harus mendasarkan legal reasoning secara khusus untuk
setiap kasus tertentu.
Comments
Post a Comment