DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TINGKAT I, BANDING SERTA KASASI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI


Sebelum membahas lebih lanjut tentang disparitas, ada kalanya kita mengerti dahulu tentang arti disparitas yang sebenarnya.  Karena disparitas pidana membawa problematika tersendiri dalam penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi pemidanaan yang berbeda disparitas pidana merupakan bentuk dari diskresi hakim dalam menjatuhkan putusan, tetapi disislain pemidanaan yang berbeda/disparitas pidana ini pun membawa ketidakpuasan bagi terpidana bahkan masyarakat pada umumnya.
Disparitas Pidana adalah  penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan (offence of comprable seriousness) tanpa dasar pembenaran yang jelas.


Disini mengambil kasus disparitas dalam putusan, sebagai berikut:
-          Tingkat I yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PS
-          Banding yakni Pengadilan Tinggi Jakarta No.11/PID/TPK/2013/PT.DKI
-          Kasasi yakni putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1616 K/Pid.Sus/2013
-           


Tingkat I
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PS

Pengadilan Pertama atau Pengadilan Negeri merupakan pengadilan awal dalam sistim peradilan di Indonesia. Kelebihan putusan hakim pada pengadilan tingkatpertama pada kasus ini bila kita lihat dari aspek hukum formilnyaa sudah memenuhi syarat formil sebagaimana di maksud dalam  pasal 197 ayat (1) kitab Undang-Undang HAP (Pidana).  Namun, Majelis Hakim belum pernah secara penuh berlandaskan kepada landasan filosofis ini, dimana menurut penulis bahwa putusan ini belum memberikan keadilan kepada masyarakat, dimana hukuman yang diberikan kepada terdakwa terlalu ringan dan tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.


Banding
Pengadilan Tinggi Jakarta No.11/PID/TPK/2013/PT.DKI

Putusan ini tidak ada bedanya dengan putusan pengadilan tingkat pertama, dimana majelis hakim pengadilan tinggi memmperkuat putusan pengadilan negeri yang artinya kontruksi berfikirnya adalah sama. Di dalam putusan ini yang perlu di perhatikan lagi yaitu tentang pidana tambah an yaitu majelis hakim berpendapat bahwa untuk suap menyuap tidak boleh di bebankan pidana tambahan. Padahal merujuk pada tujuan filosofis dari pidana tambahan adalah untuk memiskinkan si terdakwa karena memang si terdakwa tidak berhak menerima sepeser pun hasil korupsinya dan negara berhak untuk menyita uang tersebut.

Kasasi
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1616 K/Pid.Sus/2013
             


Putusan hakim pada Mahkamah Agung lebih adil dan lebih tepat hukum yang di terapkan atau yang di putuskan kepada terdakwa. Sesuai dengan dakwaan dimana hukuman yang diberikan sesuai dengan teori keadilan retributif bukan haya memuaskan tuntutan absolut melainkan harus melindungi kepentingan masyarakat. Sesuai dengan pandangan hukum progresif bahwa hukum ada untuk masyarakat bukan masyarakat untuk hukum, jadi hakim dalam mengambil keputusan bukan hanya melihat pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang tetapi juga harus melihat reaksi masyarakat nantinya ketika putusan itu dibacakan dan juga harus sesuai dengan hati nurani dan bebas dari intervensi dari pihak mana pun di luar pengailan.




Berikut Teori Hukumnya,
Definisi tentang apa yang di maksud adil akan berbeda bagi setiap individu. Nilai keadilan sifatnya relatif sehingga tidak mungkin untuk menemukan sebuah keadilan yang mutlak (absolute justice).
Dalam hukum pidana ada tiga teori yaitu, teori keadilan korektif/vindikatif/pembalasan yaitu merupakan teori pembalasan atas perbuatan  terdakwa atau sering juga dinkatakan penjeraan kepana seorang yang melakukan tindak pidana. Teori keadilan retributif, pidana di jatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est), selanjutnya teori keadilan relatif, yang menurut teori ini, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan, karena pembalasan tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Dengan  demikian,  melalui peraturan yang berkesinambungan, diharapkan dapat tercapai suatu keadilan melalui keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang  dilindungi oleh hukum. Walaupun cita keadilan itu tetap relatif, dapat di tetapkan suatu batasan apa itu adil menurut hukum.




Comments

Popular Posts